Minggu, 15 Mei 2011

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank di Indonesia

Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama seperti halnya manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana dari maasyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya.



Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Bagi bank yang sehat agar tetap mempertahankan kesehatannya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakitnya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya.



Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan pemerintah melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secaa berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki kesehatannya.



Penilaian kesehatan perbankan dilakukan setiap periode. Dalam setiap penilaian ditentukan kondisi suatu bank. Bagi bank yang sudah dinilai sebelumnya dapat pula dinilai apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatannya. Bagi bank yang menurut penilaian sehat atau kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan terus, akan tetapi bagi bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus mendapatkan pengarahan atau bahkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.



Bank Indonesia sebagai pengawas dan Pembina perbankan dapat saja menyarankan untuk melakukan berbagai perbaikan. Perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan meliputi perubahan manajemen, melakukan penggabungan seperi merger, konsolidasi, akusisi atau malah dilikuidir (dibubarkan) keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut. Pertimbangan untuk hal ini sangat tergantung dari kondisi yang dialami bank yang bersangkutan. Jika kondisi bank sudah sedemikian parah, namun masih memiliki beberapa potensi, maka sebaiknya dicarikan jalan keluarnya dengan model penggabungan usaha dengan bank lainnya. Sedangkan langkah likuidasi merupakan jalan keluar terakhir dalam rangka menyelamatkan uang masyarakat.




Pengertian Tingkat Kesehatan Bank



Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.



Kesehatan bank dapat diartikan juga sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.



Pengertian tentang kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya kegiatan tersebut meliputi :


  • Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri
  • Kemampuan mengolah dana
  • Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
  • Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain
  • Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku


Aturan Kesehatan Perbankan



Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. UU tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :

  1. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai ndengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
  2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank
  3. Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI
  4. Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaanbuku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan
  5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan, BI dapat menugaskan akuntan publikuntuk dan atas nama bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
  6. Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan BI


Penilaian tingkat kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:



a. Permodalan (Capital)



Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.



Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:



1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;



2) komposisi permodalan;



3) trend ke depan/proyeksi KPMM;



4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;



5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);



6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;



7) akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.




b. Kualitas Aset (Asset Quality)



Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.



Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:



1) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;



2) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;



3) perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;



4) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);



5) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;



6) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;



7) dokumentasi aktiva produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.




c. Manajemen (Management)



Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.



Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.



Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:



1) manajemen umum;



2) penerapan sistem manajemen risiko; dan



3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.




d. Rentabilitas (Earnings)



Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.



Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :



1) Return on Assets (ROA);



2) Return on Equity (ROE);



3) Net Interest Margin (NIM);



4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);



5) Perkembangan laba operasional;



6) Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;



7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.




e. Likuiditas (Liquidity)



Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.



Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:



1) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;



2) 1-month maturity mismatch ratio;



3) Loan to Deposit Ratio (LDR);



4) proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;



5) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;



6) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);



7) kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).




f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)



Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:



1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;



2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan



3) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.



Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.



Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.



Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank. Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem tersebut.




Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar